Thursday, March 1, 2007

Meningkatkan Sikap Kepatuhan PNS menjadi suatu Komitmen

Rendahnya Motivasi Menimbulkan Masalah
Di dalam organisasi tradisional, manajemen lah yang menentukan pekerjaan, tugas dan juga menetapkan bagaimana hal tersebut harus dilaksanakan. Di dalam organisasi atau perusahaan swasta, diantara manajemen dan karyawan terdapat kontrak tertulis atau tidak tertulis yang mengatakan ”Kamu lakukan seperti yang kami perintahkan dan imbalan bagimu adalah upah yang pantas.” Selama kedua belah pihak mematuhi kewajiban masing-masing maka pekerja akan selalu patuh pada perusahaan.

Pada organisasi pemerintah, kepatuhan yang dibeli dengan gaji, insentif maupun uang lembur menjadi kurang relevan. Berbeda dengan organisasi swasta, lemahnya sistem reward and punishment, apalagi sampai berujung pada pemecatan, menjadi kendala pemerintah untuk mendapatkan kepatuhan karyawannya. Melemahnya tingkat kepatuhan PNS menjadi problem organisasi pemerintah semenjak era reformasi yang diikuti dengan paradigma desentralisasi melalui pemberlakuan otonomi daerah. Indikasi melemahnya tingkat kepatuhan PNS antara lain adalah banyak PNS yang mulai tidak patuh pada atasannya, sering tidak masuk kerja dengan alasan yang macam-macam, mulai dari sakit, melayat ke rumah tetangga, menghadiri undangan perkawinan, atau sekedar keluar kantor untuk mencari makan atau belanja. Jika dia masuk kantor, itupun sekedar memenuhi absensi utamanya kewajiban apel pagi, dan setelah itu sibuk menghindari pekerjaan yang diberikan atasan dengan berbagai alasan.

Seperti diketahui, meskipun jumlah PNS cukup besar, SDM organisasi pemerintah secara kualitas dapat dikatakan cukup memprihatinkan. Dengan menurunnya tingkat kepatuhan PNS, sangatlah wajar bila kinerja organisasi pemerintah menjadi menurun. Meningkatnya jumlah keluarga miskin, naiknya harga sembako, distribusi BBM yang terhambat, meluasnya endemi flu burung, demam berdarah sampai lambatnya penanganan bencana nasional, seperti: meluasnya lumpur Lapindo Brantas, penanganan korban banjir, korban gempa dapat dijadikan indikasi lemahnya kinerja pemerintah.


Pendekatan Komitmen Kerja PNS

Selama pemerintah bersikap tidak konsisten dalam penetapan kebijakan, utamanya dalam manajemen SDM, tidak ada solusi tepat bagi peningkatan kinerja PNS. Ketidakkonsistenan pemerintah itu dapat dilihat antara lain: pola perekrutan PNS belum berdasarkan pada analisis kebutuhan tetapi masih berpedoman pada jatah anggaran; belum ada kejelasan mengenai sistem reward and punishment PNS; Pengiriman Pengembangan SDM baik melalui pendidikan formal maupun diklat seringkali salah sasaran; pengangkatan jabatan PNS belum berpedoman pada kompetensi; struktur birokrasi pemerintah belum kearah ’miskin struktur kaya fungsi’; serta minimnya pemanfaatan teknologi dalam mendukung produktivitas kerja instansi pemerintah.

Dari uraian tersebut pasti akan timbul suatu pertanyaan : kalau begitu tidak ada solusi ? Kalau kita bicara sistem penyelenggaraan pemerintahan solusi itu akan datang tidak dalam waktu dekat. Tetapi kalau kita memiliki prinsip ”diujung goa yang gelap pasti ada jalan keluar”, sebagai pelaksana di lapangan kita dapat berusaha meningkatan pendekatan kita dalam memotivasi kinerja staf, dari pendekatan kepatuhan menuju kearah pendekatan komitmen kerja.

Michael Maccoby dalam bukunya “Why Work ?” menyatakan bahwa pada akhirnya semua orang harus bekerja, tidak hanya untuk mendapatkan imbalan kebutuhan pokok, tetapi karena ingin menerapkan kemampuan yang mereka miliki dan merasakan dirinya berharga bagi diri sendiri dan orang lain. Hal itu menimbulkan pertanyaan: Apa yang membuat orang merasa berharga? Maccoby mengidentifikasikan delapan ‘pemicu nilai’ di lingkungan kerja yaitu : jaminan (security), keterkaitan (relatedness), kesenangan (pleasure), informasi (information), penguasaan (mastery), bermain (play), martabat (dignity), dan mempunyai arti (meaning). Pekerjaan yang memberikan hal tersebut memotivasi orang untuk memberikan kinerja terbaik dan komitmen kepada organisasi.

Dari pendekatan yang dikemukakan Maccoby kita dapat memperbaiki lingkungan kerja organisasi pemerintah sebagai berikut :
1. Jaminan ((security)
Dalam organisasi swasta jaminan lebih dimaksudkan sebagai jaminan untuk tidak dipecat dari perusahaan. Dengan adanya jaminan tersebut karyawan akan bekerja dengan lebih tenang, lebih produktif dan lebih berani melakukan inovasi yang kreatif terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan.

Khusus untuk organisasi pemerintah, jaminan yang diinginkan staf adalah jaminan bahwa segala produk, baik yang berbentuk dokumen atau kebijakan, yang dikeluarkan organisasi menjadi tanggung jawab pejabat tertinggi. Sebagai contoh dokumen yang dikeluarkan unit kerja terkecil adalah tanggung jawab pejabat eselon IV, demikian pula dokumen yang dikeluarkan oleh bidang atau sub dinas menjadi tanggung jawab pejabat eselon III yang bersangkutan dan seterusnya. Hal ini penting saat terjadi kesalahan pada data atau informasi yang dikeluarkan, jangan sampai itu dilimpahkan pada staf karena pejabat dalam hal ini berfunsi untuk memeriksa atau mengoreksi dokumen yang dikeluarkan. Sehingga tidak ada alasan bagi pejabat tidak sempat memeriksa karena terlalu sibuk misalnya. Jika sampai terjadi staf dijadikan kambing hitam dalam suatu kasus kesalahan, bukan hanya staf bersangkutan yang mengalami penurunan motivasi, tetapi staf lain juga akan bersikap hati-hati. Akibatnya staf hanya akan bekerja setelah mendapat instruksi langsung dari atasan dan tidak ada inisiatif untuk mengerjakan di luar instruksi. Hal ini tentu saja sangat merugikan bagi kemajuan organisasi.

2. Keterkaitan (relatedness)
Bagi banyak orang, hubungan dengan rekan kerja adalah alas an yang membuat pergi bekerja itu lebih menarik daripada hanya berbagi meja kerja. Bukankah sangat mengasyikkan jika kita berangkat kerja dengan tujuan untuk menemui seorang sahabat, meski itu adalah seorang rekan kerja ? Hubungan emosional itu mengubah tempat kerja menjadi ruang yang bersahabat, mendukung dan menegaskan diri, tempat dimana orang bersedia bersusah payah untuk saling membantu karena mereka merasa dibantu oleh rekan dalam pekerjaan. Jika Anda, sebagai manajer atau pejabat, melihat orang mengobrol saat bekerja anggaplah itu sebagai membangun hubungan dan jangan dianggap sedang bermalas-malasan. Waktu yang mereka ‘boroskan’ untuk saling mengenal dan mempercayai dapat mengarah ke kerjasama yang produktif dalam menyelesaikan proyek dan tugas.

Tetapi jika Anda memandang bahwa waktu mengobrol itu sudah terlalu lama, Donna Deprose punya kiat yang dapat dicoba. Bergabunglah sebentar secara bersahabat tanpa menunjukkan ketidaksetujuan Anda. Jika Anda pergi, kemungkinan besar kelompok itu akan bubar. Disamping itu untuk meningkatkan keterkaitan, sekali waktu ajak kelompok itu makan siang tetapi jangan membicarakan topik pekerjaan. Kalau perlu, sekali-kali sediakan makan pagi atau siang di unit kerja Anda. Meskipun sedikit boros tetapi hal itu akan meningkatkan keterikatan antar karyawan, bahkan sampai karyawan tersebut pindah ke unit kerja lain.

3. Kesenangan (pleasure)
Kondisi kerja yang baik dan menyenangkan akan dapat membangkitkan gairah kerja pegawai. Oleh karena itu sangat perlu diciptakan agar pelaksanaan tugas dapat berhasil baik. Kondisi kerja menyangkut tidak saja kondisi fisik, seperti tempat kerja yang bersih, sehat, tetapi juga menyangkut hubungan antar pegawai di tempat kerja tersebut. Yang perlu diperhatikan lagi adalah hubungan baik antara staf dengan pimpinan. Pimpinan yang baik harus memberi contoh dan mengawali hubungan baik dengan staf.

David Sirota, pimpinan Sirota Survey Intelligence, sebuah lembaga riset di New York memberi panduan lewat buku yang dia tulis bersama dua rekannya, berjudul The Enthusiastic Employee: How Companies Profit by Giving Workers What They Want. Apakah Anda termasuk bos yang baik, atau buruk? Masalahnya adalah, pada sebagian besar organisasi, semangat karyawan baru begitu tinggi, tapi kira-kira 6 bulan kemudian menurun secara tajam. Manajemen telah merusaknya. Yang dilakukan oleh bos yang buruk adalah membuat karyawan merasa tidak aman dengan pekerjaannya. Juga, memperlakukan karyawan layaknya anak kecil atau pelaku kriminal daripada orang dewasa yang bisa bertanggung jawab. Tanda lain dari bos yang buruk adalah apabila karyawannya mengeluh, “Jika kami melakukan kesalahan, kami dimarahi tapi kalau kerjaan beres tidak ada ada ucapan terima kasih.”

Tapi, mungkin Anda bertanya, mengapa perusahaan harus peduli apakah karyawannya (masih) bersemangat atau tidak –yang penting kan pekerjaan mereka selesai? Menurut Sirota, banyak bukti persuasif mengenai hubungan langsung antara moral (semangat) karyawan dengan kinerja secara keseluruhan dari perusahaan, termasuk harga sahamnya di pasar. Karyawan yang bersemangat akan memperlakukan customer dengan baik, dan itu akan sangat berbeda dengan karyawan yang sudah tidak bersemangat.

4. Informasi (information)
Untuk dapat meningkatkan motivasi, bagilah informasi pada staf. Kadang-kadang saya masih mendengar kalimat “informasi ini adalah konsumsi pimpinan, bukan konsumsi staf.” Dan jika Anda sedikit sekali membagi informasi pada staf, apalagi informasi yang penting bagi kemajuan unit kerja maka itulah yang akan Anda dapat dari staf. Mereka akan acuh tak acuh dengan kondisi unit kerja. Mereka pasti akan bekerja secara normatif saja dalam arti hanya sekedar mengikuti instruksi pimpinan saja. Tidak akan ada inisisatif pekerjaan dari staf. Disamping itu dengan menyembunyikan informasi, secara tidak sadar Anda telah ”menyakiti hati ” staf. Mereka akan merasa tidak dipercaya oleh atasan untuk menyimpan rahasia sebuah informasi. Efek negatif lainnya adalah terjadi gap antara karyawan yang Anda beri informasi dan yang tidak, sehingga pasti muncul istilah ’tangan kanan’ bos. Tentu saja hal ini akan mengganggu suasan kerja dan kinerja organisasi secara keseluruhan.

5. Penguasaan (mastery)
Menurut Donna Deeprose merasa kompeten menambah kenikmatan dari suatu aktivitas. Hal yang perlu dibenahi dalam lingkungan kerja PNS adalah penguasaan komputer. Dalam era teknologi pengusaan komputer untuk kegiatan perkantoran menjadi mutlak dilakukan. Hasil pengamatan saya menunjukkan bahwa ada suatu ketidaknyamanan tersendiri bagi PNS yang tidak menguasai komputer. Bagaimana tidak, setiap kali mereka diperintahkan untuk membuat surat dinas, mau tidak mau mereka pasti minta bantuan pada operator komputer. Bahkan untuk satu lembar surat dinas pun mereka pasti akan minta bantuan. Kondisi ini jelas menimbulkan ketidaknyamanan, apalagi kalau sang operator sedang sibuk mengerjakan sesuatu. Herannya lagi banyak PNS yang pesimis atau tidak mau belajar mengoperasikan komputer. Ketidakmampuan mengoperasikan komputer, disamping akan menurunkan motivasi bekerja PNS yang bersangkutan, juga akan menurunkan motivasi bekerja sang operator karena dia akan merasa terbebani dengan banyak sekali pekerjaan sementara rekan lainnya bisa bersantai-santai. Padahal sebenarnya tidak ada orang yang merasa nyaman bersantai disaat sedang bekerja. Tapi mau bagaimana lagi, mau membantu tidak bisa.

6.Bermain (play)
Pada prinsipnya kita berusaha menjadikan tempat yang menyenangkan bagi PNS. Selama ini tempat kerja PNS selalu identik dengan suasana yang formil, kaku, seragam, suram dan penuh dengan kedisiplinan. Tentu saja hal itu akan menimbulkan kesan membosankan bagi PNS yang sedang bekerja. Akibatnya ada keengganan tersendiri setiap kali hendak berangkat kantor. Stephen C. Lundin dkk. Dalam bukunya ”Fish Tales” menyarankan untuk mendesain tempat kerja sedemikian rupa sehingga menimbulkan suasana ceria, funny dan menyenangkan. Music, video, televisi, dekorasi yang menarik atau pakaian yang tidak formil diyakini dapat menimbulkan suasana yang menyenangkan dan itu akan meningkatkan motivasi dalam bekerja. Dengan begitu kesan berangkat kantor untuk menuju tempat yang penuh tekanan akan digantikan dengan suatu yang nyaman seperti layaknya hendak pergi ke tempat wisata atau berbelanja.

Pertanyaannya siapkah organisasi pemerintah meninggalkan ’kewibawaannya’ demi lebih meningkatkan kinerja ? Saya kira harus, dengan alasan masyarakat tidak pernah mau membeli kewibawaan pemerintah ! Mereka hanya menginginkan pelayanan prima dari aparat pemerintah. Dengan prinsip aparat pemerintah sebagai abdi masyarakat maka suasana yang lebih ceria akan menyebabkan masyarakat ’tidak takut’ mengurus sesuatu di instansi pemerintah. Penerapan penggunaan pakaian nasional pada hari-hari tertentu sedikit banyak menimbulkan suasana kerja yang lebih ceria dan menyenangkan bagi PNS.

7. Martabat (dignity)
Menurut John R. Brinkerhoff dalam ”101 Dalil untuk bekerja di Kantor” pada dasarnya ada 2 macam orang di dalam organisasi: orang-orang menyusun surat-surat yang tidak mereka tanda tangani, dan orang-orang yang tidak membuatnya tetapi menandatanganinya. Anda dapat memperkirakan boss berada pada golongan yang mana. Konsekuensinya adalah bahwa orang-orang yang menandatangani surat-surat cenderung dianggap sebagai penyusunnya. Mangkanya di-uraian sebelumnya saya tekankan untuk melindungi staf jika terjadi kesalahan informasi yang dimuat dalam naskah dinas setelah ditandatangani.

Meskipun demikian sebagai atasan dari seorang staf yang menyusun konsep naskah dinas, tidak ada salahnya kita memberikan pujian bagi staf. Hal itu penting mengingat staf juga bekerja sangat keras untuk dapat menyusun konsep naskah dinas dengan sebaik-baiknya. Oke memang itu atas petunjuk dari Anda dan telah diperiksa oleh bos, tapi tetap tidak ada salahnya jika kita memuji hasil kerja staf. Apalagi jika konsep naskah yang dia buat cukup bagus dan memudahkan Anda untuk mengkoreksinya. Dengan memuji staf, diharapkan akan timbul suatu kebanggaan bagi staf. Morilnya akan terdorong naik dan dia akan merasa bahwa konsep naskah dinas yang telah disusunnya, dimata pimpinan cukup baik. Dengan demikian dia akan termotivasi untuk menyusun naskah dinas dengan lebih baik. Koreksi-koreksi kecil dari pimpinan akan membuat staf mengetahui kelemahan dalam konsep naskah dinasnya, sehingga koreksi tersebut dapat dijadikan pedoman bagi perbaikan konsep naskah dinas yang akan disusunnya.

8.Mempunyai arti (meaning)
Setiap karyawan perlu diberi pengertian mengenai kontribusi pekerjaan yang mereka lakukan terhadap kinerja unit kerja. Beri gambaran suatu kondisi yang tidak enak jika pekerjaan itu tidak mereka laksanakan dengan baik. Bahkan pekerjaan yang paling sepele pun patut dikerjakan dengan baik. Sebagai contoh, cobalah beri gambaran pada staf jika formulir tidak mereka isi dengan lengkap, jika kamar mandi kantor kurang bersih apa akibatnya, surat undangan tidak dikirimkan seluruhnya apa efeknya terhadap pelaksanaan suatu kegiatan, juga jika resepsionis tidak menerima tamu dengan baik maka berapa banyak rekanan yang tidak mau lagi berhubungan dengan unit kerja Anda. Dengan menjelaskan situasi buruk tersebut, staf pasti akan merasa bahwa usaha mereka berkontribusi positif pada organisasi. Akibatnya motivasi bekerja mereka akan meningkat.

Kedelapan uraian tersebut merupakan hasil pemikiran saya terhadap pendapat Michael Maccoby tentang bagaimana meningkatkan motivasi kerja pegawai. Walaupun saya belum membaca bukunya secara langsung, tetapi sudah saya usahakan untuk menguraikan dengan menyesuaikan dengan kondisi kerja PNS di Indonesia. Belum terlalu memuaskan memang...tapi itulah gunanya blog. Disini kita dapat minta masukan dari para blogger mania...begitu ?! Mangkanya kirim komentar atau masukan atau kirim referensi lain bagi tulisan saya ini....biar konsepnya lebih sempurna tentunya.

No comments: