Tuesday, May 29, 2007

Mengapa Keputusan Kelompok seringkali Kurang Memuaskan ?

Hambatan dalam Pengambilan Keputusan Kelompok Kerja ?

Pada awal tahun anggaran, kita biasanya mengadakan rapat guna mempersiapkan pelaksanaan kegiatan. Untuk kegiatan rutin atau kegiatan yang pernah dilakukan pada tahun sebelumnya, tidak banyak masalah yang dibahas. Tinggal evaluasi kegiatan tahun kemaren, sedikit perbaikan disana-sini…yak…oke…kegiatan dapat segera dilaksanakan dan rapat bisa cepat selesai. Tetapi untuk kegiatan yang relatif baru, sudah lama tidak dilaksanakan, apalagi belum pernah dilaksanakan, banyak sekali masalah yang akan dibahas sehingga rapat akan menjadi sangat lama, banyak perdebatan, banyak diskusi, melelahkan….tetapi kadang-kadang hasilnya kurang memuaskan bagi Anda. Kadang Anda ingin berontak, atau protes…. berusaha mengajukan berbagai argumen….tetapi mau bagaimana lagi. Itu telah menjadi keputusan tim dan telah dilakukan secara demokratis. Lalu bagaimana dengan Anda ? Apa Anda tetep bergabung dalam tim kerja atau malah mungkin minta dicoret dari daftar panitia ?

Michael West dalam bukunya Effective Teamwork menjelaskan bahwa pada dasarnya pengambilan keputusan kelompok itu secara kualitas hasilnya cenderung lebih baik daripada rata-rata keputusan yang diambil oleh setiap anggota, namun kualitasnya tetap dibawah keputusan yang diambil oleh anggota terbaik. Mengapa demikian ? Banyak hasil penelitian membuktikan bahwa ada fenomena psikologis yang disebut dengan ’keengganan sosial’ (social loafing) yang menyebabkan setiap individu kurang berupaya secara sungguh-sungguh atau tidak mengeluarkan kemampuan maksimalnya jika bekerja dalam sebuah tim. Nah menurut pengamatan Anda, apakah setiap peserta rapat sudah mengeluarkan kemampuan terbaiknya ?

Disamping social loafing, ada banyak faktor yang menyebabkan keputusan kelompok menjadi kurang optimal. Para ahli perilaku organisasi dan psikologi sosial telah mengidentifikasi proses sosial yang mengakibatkan kekurangan kualitas dalam proses pengambilan keputusan kelompok, sebagai berikut :

  1. Faktor-faktor Kepribadian, faktor malu terutama pada PNS yang masih baru, masih junior atau habis mutasi dari unit kerja lain, menjadi penghambat dalam mengutarakan pendapat dalam suatu rapat. Padahal teorinya orang baru dapat juga dianggap sebagai age of change dari suatu organisasi. Tetapi budaya kita seringkali memaksa orang baru untuk lebih banyak diam daripada dianggap lancang atau ’keminter’ oleh teman sekerja lain.
  2. Efek Kemapanan Sosial, atau ikut dengan suara mayoritas juga menjadi penghambat dalam menghasilkan keputusan kelompok yang berkualitas. Budaya PNS, yang cenderung suka keseragaman daripada keragaman, menjadi faktor utama munculnya efek ini. Orang yang berbeda pendapat dianggap orang aneh, tidak loyal, tukang protes walaupun pendapatnya belum tentu salah. Kadang kita lupa dengan semboyan ”Bhineka Tunggal Ika” yang cenderung memandang keragaman mendatangkan suatu karomah daripada membawa musibah.
  3. Faktor Ketrampilan Komunikasi. Ini juga termasuk salah satu penyakit rapat kita. Dimana banyak orang yang angkat bicara dalam rapat hanya sekedar untuk ’tampil’. Padahal kalau kita telaah kadang-kadang dia hanya orang yang ’pintar bicara’ saja sementara substansinya tidak jelas. Bahayanya jika orang seperti itu mendominasi jalannya rapat sehingga secara otomatis keputusan rapat akan tergantung pada si ’tong kosong nyaring bunyinya’ itu.
  4. Faktor Egosentris. Di kalangan instansi pemerintah kondisi ini yang paling dominan. Suara pejabat, apalagi yang senior, biasanya lebih didengar bahkan kadang harus dijadikan keputusan rapat. Kalau seperti itu, buat apa kita capek-capek rapat ?
  5. Dampak Status dan Hierarki. Hampir mirip dengan faktor egosentris tetapi lebih bersifat dari luar, yakni kecenderungan budaya kita yang menganggap penampilan lebih utama daripada ’content’. Sehingga orang yang berpenampilan necis, berwibawa, keren atau mungkin pejabat dari pusat dianggap lebih tahu (apalagi kalau kita lihat bule….orang istimewa deh mereka. Tapi kalau orang hitam dari afrika ?! Walaupun dia seorang Doktor, kesan kita dia tetap….. ).
  6. Resiko Perubahan. Keputusan kelompok umumnya mengambil jalan yang paling aman, menghindari resiko. Padahal dari realita kehidupan terlihat bahwa pekerjaan yang beresiko tinggi, umumnya juga gajinya tinggi-tinggi. Dengan kata lain...keputusan yang aman biasanya bukan merupakan keputusan terbaik...........
  7. Fenomena Groupthink. Fenomena ini biasanya terjadi dalam unit kerja yang memiliki refleksivitas sosial tingga atau sangat akrab. Sehingga dalam pengambilan keputusan lebih mengutamakan kesepakatan daripada kualitas keputusan itu sendiri. Mau membantah pa lagi sampai berbeda pendapat ? Tidak enak….maklum sama temen sendiri…
  8. Dampak Keengganan Sosial. Kadang-kadang terjadi (atau sering ?) ide yang dikeluarkan oleh seorang staf, saat berhasil dan dipuji oleh ’big boss’, diaku sebagai keputusan rapat atau malah diaku hasil pemikiran pemimpin rapat yang notabene pejabat pada unit kerja itu. Hal ini tentu saja sangat mengecewakan bagi staf pencetus ide, sehingga pada rapat berikutnya dia tidak akan mengeluarkan ide-idenya yang cemerlang buat kemajuan organisasi.
  9. Kerancuan Tanggung Jawab. Ini efek dari budaya kambing hitam di lingkungan kerja PNS. Kalau idenya seorang staf berhasil, dianggap sebagai hasil keputusan rapat sehingga tidak akan ada ucapan terimakasih dari pimpinan….Tetapi begitu idenya tidak berjalan baik, semua orang menyalahkan staf pencetus ide, seolah-olah dialah biang keladi kesalahan itu. Padahal sebelum diputuskan ide itu telah dibahas dan disetujui dalam rapat. Dan disamping itu mungkin saja bukan idenya yang salah tetapi seringkali pelaksanaan kegiatannya, akibat berbagai kendala teknis or non teknis, yang menyimpang dari rencana semula (menurut saya sih seringkali begitu. Indonesia itu banyak sekali pemikir hebat tetapi kekurangan orang-orang yang bisa mengimplementasikan dalam kegiatan riil di lapangan…)
  10. Efek Hambatan Produksi (Production Blocking). Hal ini merupakan akumulasi dari seluruh uraian diatas, yakni terjadi penurunan produktivitas jika keputusan itu diserahkan pada keputusan kelompok.........disamping kelemahan dari Tim itu sendiri, yakni kurang mampu mengakomodasi kreativitas individu.

Bagaimana ? Apakah uraian diatas dapat meredam kemarahan Anda ? Dengan bersifat empathy terhadap masing-masing individu dalam rapat, saya kira dapat meredam emosi Anda. Saran saya tentu saja Anda tetap ikut dalam kegiatan tersebut secara aktif. Maksudnya ? Disamping melaksanakan kegiatan sesuai keputusan rapat, Anda sekaligus berfungsi sebagai evaluator guna memantau kelemahan-kelemahan dalam pelaksanaan kegiatan tersebut. Kalau kegiatan itu ternyata sukses dan terlaksana sesuai rencana, mungkin Anda perlu merenung. Apakah Anda termasuk orang terbaik dalam rapat, ataukah Anda sekedar anggota biasa yang mungkin termasuk orang ’sulit’…..

Monday, May 28, 2007

Monster Aneh itu Bernama Komputer

Judul yang bombastis, sedikit hiperbolis dan terasa aneh. Apalagi disampaikan di tengah blogosfer yang jelas-jelas menganggap komputer sebagai barang mainan. Monster....?! Ya...mau bagaimana lagi soalnya saya sudah begitu gemes dengan kondisi PNS yang ’hare gini...’ masih saja tidak bisa komputer, bahkan untuk belajar saja mereka tidak mau.... Karena mereka menganggapnya sebagai sebuah monster yang menakutkan....jangankan megang...mendekat saja mereka sudah setengah mati sangking takutnya.....

Yang benar pak.....?! Saya pernah ngobrol dengan staf pada bagian keuangan untuk memanfaatkan komputer dalam menghitung laporan keuangan. Harapan saya dengan penggunaan komputer, dengan program excell misalnya, mereka tidak perlu lembur-lembur pada akhir bulan untuk menghitung laporan bulanan....atau pada akhir tahun tidak perlu stress berat akibat nglembur-nglembur buat nyelesai-in tutup buku. Tapi apa jawabnya man...”mending pakai kalkulator mas....ngitung pakai komputer sering salah pak...” Weleh....lha kalkulator itu apa bukan komputer yang terjeleeeekk..... Bahkan saya pernah di komplain karena itungan saya pakai komputer salah...soalnya begitu di cek sama kalkulator ’bakul lombok’ (itu...kalkulator besar yang biasa dimiliki pedagang di toko beras....) hasilnya berbeda.....(moga-moga ini tidak dibaca oleh orang bukan PNS....karena bener-bener memalukan....). ”Dengan kalkulator yang canggih kita bisa menghitung laporan keuangan dengan lebih cepat....” begitu saya pernah dikomplain oleh seorang ’auditor’ mengenai prinsip saya itu.....Yo wis.....jadi jangan heran kalau dalam instansi pemerintah itu posisi terhormat adalah sang bendahara....bagaimana tidak, mereka adalah orang-orang yang suka bekerja keras, pegawai yang paling rajin bahkan setiap hari kerja pulangnya paling sore....apalagi kalau akhir bulan....lembur sampai malam....

Begitulah....banyak PNS yang masih menganggap komputer adalah pekerjaan....mesin yang hanya untuk mengetik....kaku....padahal..... Tidak bisa disalahkan sepenuhnya sih..... Soalnya ada pejabat yang masih melarang anak buahnya bermain game selama jam kerja....bahkan melarang adanya program game di komputer kantor.... Akibatnya ya...begitu. Banyak yang nggak mau belajar mengoperasikan ’monster’ itu....karena begitu bisa....maka setumpuk pekerjaan akan datang menghampiri.....Selama kita tidak bisa komputer....kita khan bisa bersantai-santai.....betul.... ?!

Larangan tersebut ada benarnya juga.....tapi tidak sepenuhnya....Akhir-akhir ini banyak buku-buku yang ditulis menyarankan agar membentuk suasana kerja yang menyenangkan. Ini penting guna menghindari kebosanan sehingga motivasi bekerja dapat meningkat. Salah satunya adalah menjadikan kantor sebagai tempat yang menyenangkan. Permainan diyakini dapat meningkatkan motivasi bekerja. Menjadikan komputer sebagai salah satu bentuk permainan mungkin dapat mengurangi stress dan kebosanan dalam bekerja. Tentu saja hal itu diatur agar tidak berlebihan. Dan kita harus yakin mengingat para PNS bukanlah anak kecil yang selalu bermain-main sepanjang hari....Mereka adalah kumpulanorang dewasa yang pastinya tahu bagaimana harus bekerja dan bagaimana harus bersantai.....Saya sendiri yakin bahwa para operator itu tidak berlebihan dalam bermain game.......Soalnya mereka tidak beda dengan PNS lain yang tidak bisa komputer, butuh waktu bersantai.....Kalau mereka dapat ngrumpi atau jalan-jalan....mengapa para operator tidak boleh bermain game.....

Untuk mencegah para operator’maen game’ berlebihan salah satunya dengan mengubah model instruksi yang selama ini diterapkan dengan sistem tanggung jawab terhadap suatu tugas..... Dengan begitu setiap orang akan bekerja sesuai tujuan yang telah ditetapkan dan dengan target waktu.....sehingga mereka diharapkan dapat memanage waktu sesuai dengan kehendaknya.....kalau sudah begitu atasan khan mudah dalam mengontrol.... tinggal mengawasi dan mengingatkan saja.....tidak perlu menghabiskan energi untuk marah-marah karena karyawan maen game.....

Disamping itu yang lebih penting adalah mewajibkan seluruh karyawan untuk belajar mengoperasikan komputer.....Dengan demikian tidak akan ada kesan bahwa para operator itu bekerja lebih berat dari PNS lain....Tentu saja dengan demikian komputer akan dipakai bergantian untuk melaksanakan tugas....kalau sudah begitu kapan kita sempat bermaen game....

Terakhir...kalau semua sudah bisa komputer....komputer juga perlu ditambah......soalnya setelah semua PNS bisa mengoperasikan komputer, jika komputernya tidak cukup....akan terjadi rebutan komputer....dan itu akan menyebabkan stress yang lain.....Jika komputer banyak khan asyiikk...soalnya kita bisa maen game lagi.....hi..hi..hi... (pa lagi kalau diberi tambahan fasilitas internet.....ah mimpi yang terlalu jauh...). Betul begitu...?! Saya sendiri pernah mengamati bahwa jumlah komputer yang cukup dalam suatu unit kerja ternyata malah menurunkan minat bermain game............

Tips Melakukan Kritik Pada Atasan

Ada ungkapan bahwa bos itu selalu benar. Jangan pernah melakukan kritik pada bos kalau Anda ingin selamat. Apakah betul begitu ?! Sementara ini saya tidak dapat menyalahkan statemen itu. Apalagi sistem birokrasi kita masih sangat terpengaruh dengan kebijakan kepala daerah, utamanya di Kabupaten/Kota dimana penempatan personil pejabat masih menjadi wewenang Bupati/Walikota. Sedih sekali saya harus mengatakan ini....tetapi itulah kenyataannya.

Tetapi apakah atasan tidak memerlukan kritik ?! Sebenarnya perlu juga, mengingat mereka juga manusia yang penuh keterbatasan. Apalagi kalau kritik itu dapat memperlancar tugas pekerjaan mereka. Tapi mengkritik seorang atasan perlu kiat-kiat, termasuk bagaimana waktu yang tepat untuk melakukan kritik pada atasan. Berikut Tips singkat melakukan kritik seperti dikemukaan oleh Less Giblin dalam ”Still With People”, setelah saya kombinasikan dengan pengalaman saya tentunya.

1. Jangan Pernah Mengkritik Di Depan Umum
Jika itu Anda lakukan, bukan saja tujuan Anda tidak tercapai, reputasi dan karir Anda akan terancam karena telah menyinggung harga diri dan kewibawaan seorang pimpinan. Lebih baik Anda mencari waktu yang tepat, saat pimpinan sedang senang misalnya, secara empat mata Anda dapat menyampaikan kritik dengan sopan.

2. Mulailah Kritik Dengan Kata Atau Pujian Yang Baik
Jangan langsung memulai pembicaraan dengan kritik pedas. Lebih baik Anda mulai dengan kata-kata pujian. Hal itu penting untuk ’memperlunak pukulan Anda’ Sebagai contoh: Pemberian insentif yang lebih besar bagi Si Udin sangat tepat pak. Mengingat dia anak yang rajin dan bersedia kerja lembur. Hanya saja apakah Bapak pernah mengamati adanya perasaan tidak suka, utamanya pada karyawan senior....

3. Buatlah Kritik Itu Impersonal
Jangan pernah mengkritik sifat pimpinan yang pemarah atau kurang bisa menerima pendapat orang lain. Lebih baik Anda mengkritik hasil kebijakannya yang menimbulkan dampak yang kurang baik bagi staf.

4. Sediakan Jawaban
Tentu saja kritik membangun lebih dihargai oleh atasan. Untuk itu Anda perlu mempersiapkan diri sebaik-baiknya sebelum menyampaikan kritik pada atasan, termasuk memberi jalan keluar dari masalah tersebut.

5. Mintalah Kerjasama
Kalimat bernada menuntut seperti”saya menuntut Bapak memberi wewenang yang lebih besar untuk mengerjakan proyek itu...” Lebih baik kita ganti dengan ”Biarkan saya membantu Bapak mengerjakan proyek itu dengan sebaik-baiknya. Laporan akan saya berikan secara rutin kepada Bapak, dengan demikian Bapak tinggal mengevaluasi proyek itu secara periodik.

6. Satu Kritikan Untuk Sebuah Pelanggaran
Walaupun atasan melakukan banyak sekali kesalahan dalam memanaje kegiatan kantor, tetapi hendaknya Anda menyampaikan kritik satu persatu. Jangan Anda lontarkan semua kesalahan atasan dalam satu kesempatan saja karena akan menyebabkan atasan terlihat bodoh. Jika itu Anda lakukan, atasan akan bersifat defensif dan balik menyerang Anda.

7. Akhiri Kritik Dengan Perkataan Yang Bersahabat
”Ini hanya kesalahan kecil Pak. Bagi saya Bapak adalah guru dalam kehidupan kerja. Masih banyak yang perlu saya pelajari dalam kehidupan kerja agar dapat sukses seperti Bapak” Kalimat penutup kritik yang sederhana tapi akan sangat bermanfaat bagi hubungan kerja selanjutnya.