Monday, March 19, 2007

Penerapan Hukum Komunikasi Efektif versi Bottom Up

Untuk memperbaharui dan mengembangkan kualitas bahan ajar, seringkali saya melakukan pencarian bahan di internet. Disamping lebih ’fresh’bahan-bahan yang saya dapatkan di internet biasanya lebih praktis, lebih simpel dan biasanya berbentuk tips, juga kadang lebih orisinil dan lebih Indonesia, utamanya yang ditulis para bloger (ini termasuk manfaat ngeblog karena disini kita bisa mengeluarkan potensi otak kita tanpa ’pagar-pagar’pemikiran para orang barat).

Saat saya sedang mempersiapkan bahan ajar Prajabatan Golongan III khususnya materi ”Komunikasi Yang Efektif”, saya juga banyak mengambil bahan-bahan dari internet. Hanya saja saya merasa bahan-bahan komunikasi yang saya dapatkan, baik dari internet maupun buku-buku yang saya baca, lebih banyak merupakan suara ’atasan’ atau suara bersifat ’top down’. Dengan bersifat empathy, saya menjadi maklum mengingat para penulis umumnya merupakan para pakar dengan usia yang sudah matang. Dengan kata lain yang mereka lakukan adalah mengamati, mengira-ira (atau mengingat-ingat pas jaman masih jadi bawahan), membandingkan dengan referensi asing (yang ditulis oleh pakar juga), sehingga bagi saya yang tidak pernah menjadi seorang pejabat, konsep-konsep komunikasi yang mereka tawarkan mengawang-awang, terkesan memudahkan or menyederhanakan masalah, kurang memperhatikan ’penderitaan’ staf atau menggeneralisir masalah atau istilah saya terlalu ’top down’.

Berpijak dari hal tersebut, saya coba susun instrumen guna mendapatkan pendekatan komunikasi versi ’bottom up’ atau versi staf. Instrumen saya susun dengan berpedoman pada hukum komunikasi efektif REACH (Respect, Empathy, Audible, Clarity, Humble) yang pernah saya ulas di tulisan terdahulu. Sebagai responden sekaligus narasumber, saya ambil dari peserta prajabatan yang kebetulan saya ajar materi "Komunikasi yang efektif. Sedangkan instrumen saya sajikan sebagai berikut :

Coba Anda renungkan dan beri jawaban ya atau tidak pada pertanyaan berikut

1. Pendekatan Sikap Respect
a. Apakah Anda merasa Atasan Menghormati Anda ?
b. Apakah Anda merasa Rekan Sekerja Mengormati Anda ?

2.Pendekatan Sikap Empathy
a. Apakah Anda seringkali harus memaklumi kebijakan-kebijakan yang
diberikan Atasan Anda ?
b. Apa Anda seringkali harus memaklumi hasil pekerjaan yang salah dari Rekan Sekerja Anda ?

3. Pendekatan Sikap Audible
a. Apakah Anda merasa Atasan seringkali salah persepsi saat berkomunikasi dengan Anda ?
b. Apakah Anda merasa Rekan Sekerja seringkali salah persepsi saat
berkomunikasi dg Anda ?

4. Pendekatan Sikap Clarity
a. Apa Anda merasa Atasan selalu memberikan Informasi Yang Anda Butuhkan ?
b. Apa Anda merasa rekan sekerja selalu memberikan Informasi Yang Anda Butuhkan ?

5. Pendekatan Sikap Humble
a. Apa Atasan selalu merasa lebih tahu daripada Anda ?
b. Apa rekan sekerja selalu merasa lebih tahu dari Anda ?

Hasil secara umum dari penerapan hukum komunikasi efektif versi bottom up, akan saya sajikan setelah data terkumpul cukup banyak. Akan tetapi jika Anda sudah tidak sabar, Anda bisa melihat hasil data sementara pada masing-masing sesi prajabatan di my wordpress....

Sunday, March 11, 2007

5 HUKUM KOMUNIKASI YANG EFEKTIF

Banyak ahli komunikasi yang memiliki kesamaan pandangan mengenai hubungan antara proses ko-munikasi dan kinerja perkantoran. Mereka bersepakat bahwa komunikasi efektif dan tingkat kinerja perkantoran berhubungan secara signifikan. Memperbaiki komunikasi perkantoran berarti memperbaiki kinerja perkantoran perkantoran. Perkantoran yang berfungsi baik, ditandai oleh adanya kerjasama secara sinergis dan harmonis dari berbagai komponen. Senantiasa terjadi komunikasi, kerjasama, saling koreksi, dan terdapat sistem pembagian tugas antarkomponen tersebut.

Suatu perkantoran dikonstruksi dan dipelihara dengan komunikasi. Artinya, ketika proses komunikasi antarkomponen tersebut dapat dise-lenggarakan secara harmonis, maka perkantoran tersebut semakin kokoh dan kinerja perkantoran akan meningkat.

Tulisan berikut saya kutip dari Sdr. Bobby Galih, yakni tentang pentingnya kita memiliki fondasi utama dalam membangun komunikasi yang efektif. Untuk itu kita perlu memperhatikan 5 Hukum Komunikasi Yang Efektif (The 5 Inevitable Laws of Efffective Communication) yang kami kembangkan dan rangkum dalam satu kata yang mencerminkan esensi dari komunikasi itu sendiri yaitu REACH, yang berarti merengkuh atau meraih. Karena sesungguhnya komunikasi itu pada dasarnya adalah upaya bagaimana kita meraih perhatian,  cinta kasih,  minat, kepedulian, simpati, tanggapan, maupun respon positif dari orang lain.

Hukum # 1: Respect
Hukum pertama dalam mengembangkan komunikasi yang efektif adalah sikap menghargai setiap individu yang menjadi sasaran pesan yang kita sampaikan. Rasa hormat dan saling menghargai merupakan hukum yang pertama dalam kita berkomunikasi dengan orang lain. Ingatlah bahwa pada prinsipnya manusia ingin dihargai dan dianggap penting. Jika kita bahkan harus mengkritik atau memarahi seseorang, lakukan dengan penuh respek terhadap harga diri dan kebanggaaan seseorang. Jika kita membangun komunikasi dengan rasa dan sikap saling menghargai dan menghormati, maka kita dapat membangun kerjasama yang menghasilkan sinergi yang akan meningkatkan efektifitas kinerja kita baik sebagai individu maupun secara keseluruhan sebagai sebuah tim.

Bahkan menurut mahaguru komunikasi Dale Carnegie dalam bukunya How to Win Friends and Influence People, rahasia terbesar yang merupakan salah satu prinsip dasar dalam berurusan dengan manusia adalah dengan memberikan penghargaan yang jujur dan tulus. Seorang ahli psikologi yang sangat terkenal William James juga mengatakan bahwa "Prinsip paling dalam pada sifat dasar manusia adalah kebutuhan untuk dihargai." Dia mengatakan ini sebagai suatu kebutuhan (bukan harapan ataupun keinginan yang bisa ditunda atau tidak harus dipenuhi), yang harus dipenuhi. Ini adalah suatu rasa lapar manusia yang tak terperikan dan tak tergoyahkan. Lebih jauh Carnegie mengatakan bahwa setiap individu yang dapat memuaskan kelaparan hati ini akan menggenggam orang dalam telapak tangannya.

Charles Schwabb, salah satu orang pertama dalam sejarah perusahaan Amerika yang mendapat gaji lebih dari satu juta dolar setahun, mengatakan bahwa aset paling besar yang dia miliki adalah kemampuannya dalam membangkitkan antusiasme pada orang lain. Dan cara untuk membangkitkan antusiasme dan mendorong orang lain melakukan hal-hal terbaik adalah dengan memberi penghargaan yang tulus. Hal ini pula yang menjadi satu dari tiga rahasia manajer satu menit dalam buku Ken Blanchard dan Spencer Johnson, The One Minute Manager.

Hukum # 2: Empathy
Empati adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam memiliki sikap empati adalah kemampuan kita untuk mendengarkan atau mengerti terlebih dulu sebelum didengarkan atau
dimengerti oleh orang lain. Secara khusus Covey menaruh kemampuan untuk mendengarkan sebagai salah satu dari 7 kebiasaan manusia yang sangat efektif, yaitu kebiasaan untuk mengerti terlebih dahulu, baru dimengerti (Seek First to Understand – understand then be understood to build the skills of empathetic listening that inspires openness and trust). Inilah yang disebutnya dengan Komunikasi Empatik.

Dengan memahami dan mendengar orang lain terlebih dahulu, kita dapat membangun keterbukaan dan kepercayaan yang kita perlukan dalam membangun kerjasama atau sinergi dengan orang lain.  Rasa empati akan memampukan kita untuk dapat menyampaikan pesan
(message) dengan cara dan sikap yang akan memudahkan penerima pesan (receiver) menerimanya. Oleh karena itu dalam ilmu pemasaran (marketing) memahami perilaku konsumen (consumer's behavior) merupakan keharusan. Dengan memahami perilaku konsumen, maka kita dapat empati dengan apa yang menjadi kebutuhan, keinginan, minat,
harapan dan kesenangan dari konsumen. Demikian halnya dengan bentuk komunikasi lainnya, misalnya komunikasi dalam membangun kerjasama tim. Kita perlu saling memahami dan mengerti keberadaan orang lain dalam tim kita. Rasa empati akan menimbulkan respek atau
penghargaan, dan rasa respek akan membangun kepercayaan yang merupakan unsur utama dalam membangun teamwork.

Jadi sebelum kita membangun komunikasi atau mengirimkan pesan, kita perlu mengerti dan memahami dengan empati calon penerima pesan kita. Sehingga nantinya pesan kita akan dapat tersampaikan tanpa ada halangan psikologis atau penolakan dari penerima.

Empati bisa juga berarti kemampuan untuk mendengar dan bersikap perseptif atau siap menerima masukan ataupun umpan balik apapun dengan sikap yang positif. Banyak sekali dari kita yang tidak mau mendengarkan saran, masukan apalagi kritik dari orang lain. Padahal esensi dari komunikasi adalah aliran dua arah. Komunikasi satu arah tidak akan efektif manakala tidak ada umpan balik (feedback) yang merupakan arus balik dari penerima pesan. Oleh karena itu dalam kegiatan komunikasi pemasaran above the lines (mass media advertising) diperlukan kemampuan untuk mendengar dan menangkap umpan balik dari audiensi atau penerima pesan.

Hukum # 3: Audible
Makna dari audible antara lain: dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Jika empati berarti kita harus mendengar terlebih dahulu ataupun mampu menerima umpan balik dengan baik, maka audible berarti pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan. Hukum ini mengatakan bahwa pesan harus disampaikan melalui media atau delivery channel sedemikian hingga dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan. Hukum ini mengacu pada kemampuan kita untuk menggunakan berbagai media maupun perlengkapan atau alat bantu audio visual yang akan membantu kita agar pesan yang kita sampaikan dapat diterima dengan baik. Dalam komunikasi personal hal ini berarti bahwa pesan disampaikan dengan cara atau sikap yang dapat diterima oleh penerima pesan.

Dari sisi delivery channel, penggunaan teknologi bisa membantu melipatgandakan pancaran sinyal pesan yang ingin disampaikan sehingga bisa diterima oleh jauh lebih banyak orang. Ini yang disebut sebagai kerjacerdas. Misalnya saja, dengan menggunakan media Internet, kita bisa berkomunikasi dengan sangat mudah dan murah kepada banyak orang. Pendeknya High Tech namun tetap High Touch.

Hukum # 4: Clarity
Selain bahwa pesan harus dapat dimengerti dengan baik, maka hukum keempat yang terkait dengan itu adalah kejelasan dari pesan itu sendiri sehingga tidak menimbulkan multi interpretasi atau berbagai penafsiran yang berlainan. Ketika saya bekerja di Sekretariat Negara, hal ini merupakan hukum yang paling utama dalam menyiapkan korespondensi tingkat tinggi. Karena kesalahan penafsiran atau pesan yang dapat menimbulkan berbagai penafsiran akan menimbulkan dampak yang tidak sederhana.

Clarity dapat pula berarti keterbukaan dan transparansi. Dalam berkomunikasi kita perlu mengembangkan sikap terbuka (tidak ada yang ditutupi atau disembunyikan), sehingga dapat menimbulkan rasa percaya (trust) dari penerima pesan atau anggota tim kita. Karena tanpa keterbukaan akan timbul sikap saling curiga dan pada gilirannya akan menurunkan semangat dan antusiasme kelompok atau tim kita.

Hukum # 5: Humble
Hukum kelima dalam membangun komunikasi yang efektif adalah sikap rendah hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan hukum pertama untuk membangun rasa menghargai orang lain, biasanya didasari oleh sikap rendah hati yang kita miliki. Sikap Rendah Hati pada intinya antara lain: sikap yang penuh melayani (dalam bahasa pemasaran Customer First Attitude), sikap menghargai, mau mendengar dan menerima kritik, tidak sombong dan memandang rendah orang lain, berani mengakui kesalahan, rela memaafkan, lemah lembut dan penuh pengendalian diri, serta mengutamakan kepentingan yang lebih besar.

Jika komunikasi yang kita bangun didasarkan pada lima hukum pokok komunikasi yang efektif ini, maka kita dapat menjadi seorang komunikator yang handal dan pada gilirannya dapat membangun jaringan hubungan dengan orang lain yang penuh dengan penghargaan (respect), karena inilah yang dapat membangun hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan dan saling menguatkan. 







 

Tuesday, March 6, 2007

Perbaiki Cara Komunikasi Anda

Nasehat-Nasehat Dalam Berkomunikasi

“Communication is the key to success,” sebuah statement yang kerap kita dengar namun masih banyak yang gagal menerapkannya. Berbagai alasan mengemuka. Mulai dari ketidakpercayaan diri, ketidaksempurnaan alat ucap (artikulator) sampai dengan penampilan fisik yang tidak memadai.

Banyak diskusi tentang komunikasi telah dilakukan, namun tidak juga membantu mengatasi persoalan sulitnya berkomunikasi secara berhasil guna. Tidak mengherankan memang ! Karena diskusi mengenai komunikasi sebagian besar didasarkan pada teori-teori ‘kering’ tanpa ada kejelasan bagaimana mempraktekkannya di dunia nyata. Yang ada hanyalah kerangka teoretis yang sulit dicerna karena banyak menggunakan contoh-contoh dengan pendekatan budaya yang terjadi di belahan bumi lain (disebabkan banyak bahan yang diambli berasal dari buku-buku terjemahan). Ketika diterapkan di Indonesia, teori tersebut belum tentu sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.

Menyadari hal itulah, saya mencoba untuk mengangkat lagi tulisan lama dari Saudara Ponijan Liaw dan saya ambil dari http://pembelajar.com/. Sedikit saya singkat dan olah kembali demi memudahkan pembaca memahaminya serta tentu saja lebih menghemat bandwith karena tidak usah bingung-bingung mencarinya, mengingat posting dari sumber aslinya pada bulan Desember 2004.

1. Communicate Effectively
Lakukan komunikasi secara efektif. Hindari pemberian instruksi yang tidak jelas atau ambigious (mengandung makna ganda). Ingatlah tidak semua pendengar memiliki intelegensia seperti Anda. Maka untuk menajamkan komunikasi yang efektif ini, kita perlu belajar bagaimana membuat setiap artikulasi kita jelas dan bermakna tunggal sehingga kesalahpahaman tidak akan terjadi.

2. Good Communication Erases Life Matters
Komunikasi yang didasari dengan pengertian yang baik dan bijaksana akan menghapus segala persoalan hidup.Kesalahpahaman dan pertikaian hanya dapat diselesaikan dengan komunikasi. Sehingga tidaklah terlalu berlebihan jika dikatakan bahwa komunikasi adalah obat mujarab bagi segala persoalan. Bila ada orang yang complain terhadap jasa dan produk kita, misalnya. Jika kita menanganinya dengan komunikasi yang baik. Tutur kata yang sopan dan lemah lembut. Semarah apa pun orang tersebut sebelumnya, komunikasi yang baik akan dapat mengatasi semuanya itu.

3. Simplify Your Words
Banyak orang yang lupa (atau pura-pura lupa) menyederhanakan kosa kata yang digunakan ketika berkomunikasi dengan orang lain. Tidak menyadari latar belakang gaya bahasa, istilah dan kebiasaan berbahasa orang yang diajak berkomunikasi. Bahasa kantor yang sangat teknis dan njlimet menghiasi percakapan mereka. Sekali pun orang yang diajak bicara telah mengernyitkan dahi ketika mendengarkan mereka, malah ada yang merasa bangga bahwa mereka telah menggunakan bahasa formal nan tinggi sehingga orang-orang mungkin saja menganggap mereka sebagai kaum intelektual.

4. Use Proper Words in Proper Place
Penggunaan kata-kata harus disesuaikan dengan tempat dimana komunikasi itu berlangsung. Tidak semua kata dapat diterapkan di semua tempat. Kata-kata bermakna bahagia, penuh semangat, tidak mungkin dapat digunakan di tempat dimana orang sedang ditimpa kemalangan, misalnya. Ucapan/istilah dalam pergaulan sehari-hari tentu tidak dapat dipakai ketika memandu seorang narasumber dalam sebuah talk show formal, misalnya. So, tempat sangat mempengaruhi bagaimana kita harus memilih kata yang tepat.

5. Go Down to Earth When You Speak
Gunakan cara berbicara yang membumi dengan pilihan materi yang dapat dimengerti oleh orang-orang di sekitar kita. Pada dasarnya tidak ada gunanya kita berbicara dengan bahasa intelektual tinggi jika itu tidak dapat dimengerti oleh pendengarnya. Disamping itu kerangka berpikir sederhana namun sistematis harus dikedepankan sehingga setiap penjelasan kita akan mudah dipahami dan diikuti dengan mendalam.

6. Keep Your Message Simple and Short
Adalah lebih baik jika kita dapat meringkas apa yang ingin kita sampaikan dalam kalimat-kalimat singkat, padat, tepat dan memikat. Kalimat-kalimat yang terlalu panjang, bukan hanya melelahkan penuturnya, melainkan juga melelahkan pendengarnya. Yang jauh lebih penting disini, bukanlah panjangnya kalimat tetapi sejauh mana esensi percakapan itu dapat ditangkap oleh pendengar. Hal ini terutama harus dipraktekkan kepada ‘para bos’ yang tidak memiliki banyak waktu untuk mendengarkan sesuatu yang panjang dan complicated.

7. Focus on What You Talk About
Jika Anda dihadapkan pada pertanyaan atau pernyataan yang tidak menyangkut apa yang sedang Anda bicarakan atau tidak berhubungan langsung dengan anda, sebaiknya penilaian tidak diberikan. Disini, kita diajarkan untuk fokus terhadap apa yang tengah kita bicarakan. Jangan ngalor ngidul (kemana-mana, tidak karuan) dan kehilangan fokus sehingga pendengar atau komunikan menjadi bingung. Lebih baik selalu berpedoman kepada apa yang sedang Anda bahas.

8. Your Speech is Your Ads, So, Be Creative
Banyak orang tidak menyadari bahwa setiap komunikasi dilakukan dengan siapa saja, dimana saja, kapan saja, mereka sesungguhnya sedang ‘menjual diri’ mereka kepada orang yang sedang berhadapan dengan mereka. Baik buruknya image diri sangat ditentukan oleh apa yang keluar dari mulut mereka. Oleh karena itu susunlah kalimat-kalimat kreatif dengan cara memilih kata-kata positif, dinamis dan berkekuatan karena ‘inilah iklan’ diri kita.

9. Tell the Reasons Why You Speak about It
Ketika memulai sebuah presentasi/penyampaian gagasan, jangan lupa jelaskan alasan mengapa hal itu perlu disampaikan pada kesempatan tersebut. Melalui alasan yang Anda sampaikan, orang-orang akan memahami latar belakang tersebut dan selanjutnya akan dapat mengikuti penyampaian Anda dengan lebih efektif dan positif.

10. Speak without Any Borders
Bicaralah dengan bebas tanpa ada tekanan dan ketakutan. Jika ada hal yang membebani Anda, sebaiknya percakapan tidak dilakukan, sebab hanya akan memberikan hasil yang tidak maksimal yang pada batas tertentu ‘memalukan’ karena kehilangan inti pembicaraan berarti. Komunikasi yang dibatasi sedemikian rupa dalam hal topik dan tempat, akan menjadi sebuah hambatan dari komunikasi itu sendiri, dan merugikan semua pihak, komunikator dan komunikan. Bahkan bukan tidak mungkin hal ini justru akan menimbulkan kecurigaan, dugaan-dugaan negatif dan destruktif terhadap tujuan komunikasi itu sendiri. Jika hal ini terjadi, apa pun yang disampaikan dalam komunikasi itu, tidak akan membawa banyak arti atau pun manfaat.

11. Consider Community’s Values
Pertimbangkan nilai-nilai yang hidup di masyarakat di mana kita sedang memberikan pembahasan terhadap suatu hal. Kesalahan dengan menerobos nilai-nilai ini secara negatif akan berdampak antipati terhadap diri kita.

12. Cancel the Complicated Matters
Persoalan rumit yang belum cukup matang kita pahami sebaiknya ditunda saja perbincangannya. Hal ini tidak akan mengurangi rasa hormat orang lain terhadap kita. Justru sebaliknya akan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk tidak membebani pikiran mereka dengan hal-hal rumit yang belum saatnya untuk dipahami secara sederhana.

13. Quote Others to Ease Your Speech
Kita tidak memiliki cukup waktu untuk mengalami sendiri semua peristiwa yang pernah terjadi di muka bumi ini. Untuk itu, catatan sejarah tentang apa yang pernah terjadi dapat kita kutip. Kutipan ini tidak hanya mempermudah pembicaraan kita tetapi juga memperindahnya.

14. Don’t Butt In !
Setiap orang memiliki dua telinga dan satu mulut. Artinya, lebih banyaklah mendengar daripada ngomong. Justru dari mendengar kita belajar bukan dari berbicara.

15. Never Plan What to Say When Listening
Jangan melakukan self-mind chatting ketika mendengarkan orang lain sedang berbicara dengan kita. Berbicara dengan pikiran sendiri dan menyusun rencana selanjutnya untuk disampaikan akan mengganggu kelancaran komunikasi.

Thursday, March 1, 2007

Meningkatkan Sikap Kepatuhan PNS menjadi suatu Komitmen

Rendahnya Motivasi Menimbulkan Masalah
Di dalam organisasi tradisional, manajemen lah yang menentukan pekerjaan, tugas dan juga menetapkan bagaimana hal tersebut harus dilaksanakan. Di dalam organisasi atau perusahaan swasta, diantara manajemen dan karyawan terdapat kontrak tertulis atau tidak tertulis yang mengatakan ”Kamu lakukan seperti yang kami perintahkan dan imbalan bagimu adalah upah yang pantas.” Selama kedua belah pihak mematuhi kewajiban masing-masing maka pekerja akan selalu patuh pada perusahaan.

Pada organisasi pemerintah, kepatuhan yang dibeli dengan gaji, insentif maupun uang lembur menjadi kurang relevan. Berbeda dengan organisasi swasta, lemahnya sistem reward and punishment, apalagi sampai berujung pada pemecatan, menjadi kendala pemerintah untuk mendapatkan kepatuhan karyawannya. Melemahnya tingkat kepatuhan PNS menjadi problem organisasi pemerintah semenjak era reformasi yang diikuti dengan paradigma desentralisasi melalui pemberlakuan otonomi daerah. Indikasi melemahnya tingkat kepatuhan PNS antara lain adalah banyak PNS yang mulai tidak patuh pada atasannya, sering tidak masuk kerja dengan alasan yang macam-macam, mulai dari sakit, melayat ke rumah tetangga, menghadiri undangan perkawinan, atau sekedar keluar kantor untuk mencari makan atau belanja. Jika dia masuk kantor, itupun sekedar memenuhi absensi utamanya kewajiban apel pagi, dan setelah itu sibuk menghindari pekerjaan yang diberikan atasan dengan berbagai alasan.

Seperti diketahui, meskipun jumlah PNS cukup besar, SDM organisasi pemerintah secara kualitas dapat dikatakan cukup memprihatinkan. Dengan menurunnya tingkat kepatuhan PNS, sangatlah wajar bila kinerja organisasi pemerintah menjadi menurun. Meningkatnya jumlah keluarga miskin, naiknya harga sembako, distribusi BBM yang terhambat, meluasnya endemi flu burung, demam berdarah sampai lambatnya penanganan bencana nasional, seperti: meluasnya lumpur Lapindo Brantas, penanganan korban banjir, korban gempa dapat dijadikan indikasi lemahnya kinerja pemerintah.


Pendekatan Komitmen Kerja PNS

Selama pemerintah bersikap tidak konsisten dalam penetapan kebijakan, utamanya dalam manajemen SDM, tidak ada solusi tepat bagi peningkatan kinerja PNS. Ketidakkonsistenan pemerintah itu dapat dilihat antara lain: pola perekrutan PNS belum berdasarkan pada analisis kebutuhan tetapi masih berpedoman pada jatah anggaran; belum ada kejelasan mengenai sistem reward and punishment PNS; Pengiriman Pengembangan SDM baik melalui pendidikan formal maupun diklat seringkali salah sasaran; pengangkatan jabatan PNS belum berpedoman pada kompetensi; struktur birokrasi pemerintah belum kearah ’miskin struktur kaya fungsi’; serta minimnya pemanfaatan teknologi dalam mendukung produktivitas kerja instansi pemerintah.

Dari uraian tersebut pasti akan timbul suatu pertanyaan : kalau begitu tidak ada solusi ? Kalau kita bicara sistem penyelenggaraan pemerintahan solusi itu akan datang tidak dalam waktu dekat. Tetapi kalau kita memiliki prinsip ”diujung goa yang gelap pasti ada jalan keluar”, sebagai pelaksana di lapangan kita dapat berusaha meningkatan pendekatan kita dalam memotivasi kinerja staf, dari pendekatan kepatuhan menuju kearah pendekatan komitmen kerja.

Michael Maccoby dalam bukunya “Why Work ?” menyatakan bahwa pada akhirnya semua orang harus bekerja, tidak hanya untuk mendapatkan imbalan kebutuhan pokok, tetapi karena ingin menerapkan kemampuan yang mereka miliki dan merasakan dirinya berharga bagi diri sendiri dan orang lain. Hal itu menimbulkan pertanyaan: Apa yang membuat orang merasa berharga? Maccoby mengidentifikasikan delapan ‘pemicu nilai’ di lingkungan kerja yaitu : jaminan (security), keterkaitan (relatedness), kesenangan (pleasure), informasi (information), penguasaan (mastery), bermain (play), martabat (dignity), dan mempunyai arti (meaning). Pekerjaan yang memberikan hal tersebut memotivasi orang untuk memberikan kinerja terbaik dan komitmen kepada organisasi.

Dari pendekatan yang dikemukakan Maccoby kita dapat memperbaiki lingkungan kerja organisasi pemerintah sebagai berikut :
1. Jaminan ((security)
Dalam organisasi swasta jaminan lebih dimaksudkan sebagai jaminan untuk tidak dipecat dari perusahaan. Dengan adanya jaminan tersebut karyawan akan bekerja dengan lebih tenang, lebih produktif dan lebih berani melakukan inovasi yang kreatif terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan.

Khusus untuk organisasi pemerintah, jaminan yang diinginkan staf adalah jaminan bahwa segala produk, baik yang berbentuk dokumen atau kebijakan, yang dikeluarkan organisasi menjadi tanggung jawab pejabat tertinggi. Sebagai contoh dokumen yang dikeluarkan unit kerja terkecil adalah tanggung jawab pejabat eselon IV, demikian pula dokumen yang dikeluarkan oleh bidang atau sub dinas menjadi tanggung jawab pejabat eselon III yang bersangkutan dan seterusnya. Hal ini penting saat terjadi kesalahan pada data atau informasi yang dikeluarkan, jangan sampai itu dilimpahkan pada staf karena pejabat dalam hal ini berfunsi untuk memeriksa atau mengoreksi dokumen yang dikeluarkan. Sehingga tidak ada alasan bagi pejabat tidak sempat memeriksa karena terlalu sibuk misalnya. Jika sampai terjadi staf dijadikan kambing hitam dalam suatu kasus kesalahan, bukan hanya staf bersangkutan yang mengalami penurunan motivasi, tetapi staf lain juga akan bersikap hati-hati. Akibatnya staf hanya akan bekerja setelah mendapat instruksi langsung dari atasan dan tidak ada inisiatif untuk mengerjakan di luar instruksi. Hal ini tentu saja sangat merugikan bagi kemajuan organisasi.

2. Keterkaitan (relatedness)
Bagi banyak orang, hubungan dengan rekan kerja adalah alas an yang membuat pergi bekerja itu lebih menarik daripada hanya berbagi meja kerja. Bukankah sangat mengasyikkan jika kita berangkat kerja dengan tujuan untuk menemui seorang sahabat, meski itu adalah seorang rekan kerja ? Hubungan emosional itu mengubah tempat kerja menjadi ruang yang bersahabat, mendukung dan menegaskan diri, tempat dimana orang bersedia bersusah payah untuk saling membantu karena mereka merasa dibantu oleh rekan dalam pekerjaan. Jika Anda, sebagai manajer atau pejabat, melihat orang mengobrol saat bekerja anggaplah itu sebagai membangun hubungan dan jangan dianggap sedang bermalas-malasan. Waktu yang mereka ‘boroskan’ untuk saling mengenal dan mempercayai dapat mengarah ke kerjasama yang produktif dalam menyelesaikan proyek dan tugas.

Tetapi jika Anda memandang bahwa waktu mengobrol itu sudah terlalu lama, Donna Deprose punya kiat yang dapat dicoba. Bergabunglah sebentar secara bersahabat tanpa menunjukkan ketidaksetujuan Anda. Jika Anda pergi, kemungkinan besar kelompok itu akan bubar. Disamping itu untuk meningkatkan keterkaitan, sekali waktu ajak kelompok itu makan siang tetapi jangan membicarakan topik pekerjaan. Kalau perlu, sekali-kali sediakan makan pagi atau siang di unit kerja Anda. Meskipun sedikit boros tetapi hal itu akan meningkatkan keterikatan antar karyawan, bahkan sampai karyawan tersebut pindah ke unit kerja lain.

3. Kesenangan (pleasure)
Kondisi kerja yang baik dan menyenangkan akan dapat membangkitkan gairah kerja pegawai. Oleh karena itu sangat perlu diciptakan agar pelaksanaan tugas dapat berhasil baik. Kondisi kerja menyangkut tidak saja kondisi fisik, seperti tempat kerja yang bersih, sehat, tetapi juga menyangkut hubungan antar pegawai di tempat kerja tersebut. Yang perlu diperhatikan lagi adalah hubungan baik antara staf dengan pimpinan. Pimpinan yang baik harus memberi contoh dan mengawali hubungan baik dengan staf.

David Sirota, pimpinan Sirota Survey Intelligence, sebuah lembaga riset di New York memberi panduan lewat buku yang dia tulis bersama dua rekannya, berjudul The Enthusiastic Employee: How Companies Profit by Giving Workers What They Want. Apakah Anda termasuk bos yang baik, atau buruk? Masalahnya adalah, pada sebagian besar organisasi, semangat karyawan baru begitu tinggi, tapi kira-kira 6 bulan kemudian menurun secara tajam. Manajemen telah merusaknya. Yang dilakukan oleh bos yang buruk adalah membuat karyawan merasa tidak aman dengan pekerjaannya. Juga, memperlakukan karyawan layaknya anak kecil atau pelaku kriminal daripada orang dewasa yang bisa bertanggung jawab. Tanda lain dari bos yang buruk adalah apabila karyawannya mengeluh, “Jika kami melakukan kesalahan, kami dimarahi tapi kalau kerjaan beres tidak ada ada ucapan terima kasih.”

Tapi, mungkin Anda bertanya, mengapa perusahaan harus peduli apakah karyawannya (masih) bersemangat atau tidak –yang penting kan pekerjaan mereka selesai? Menurut Sirota, banyak bukti persuasif mengenai hubungan langsung antara moral (semangat) karyawan dengan kinerja secara keseluruhan dari perusahaan, termasuk harga sahamnya di pasar. Karyawan yang bersemangat akan memperlakukan customer dengan baik, dan itu akan sangat berbeda dengan karyawan yang sudah tidak bersemangat.

4. Informasi (information)
Untuk dapat meningkatkan motivasi, bagilah informasi pada staf. Kadang-kadang saya masih mendengar kalimat “informasi ini adalah konsumsi pimpinan, bukan konsumsi staf.” Dan jika Anda sedikit sekali membagi informasi pada staf, apalagi informasi yang penting bagi kemajuan unit kerja maka itulah yang akan Anda dapat dari staf. Mereka akan acuh tak acuh dengan kondisi unit kerja. Mereka pasti akan bekerja secara normatif saja dalam arti hanya sekedar mengikuti instruksi pimpinan saja. Tidak akan ada inisisatif pekerjaan dari staf. Disamping itu dengan menyembunyikan informasi, secara tidak sadar Anda telah ”menyakiti hati ” staf. Mereka akan merasa tidak dipercaya oleh atasan untuk menyimpan rahasia sebuah informasi. Efek negatif lainnya adalah terjadi gap antara karyawan yang Anda beri informasi dan yang tidak, sehingga pasti muncul istilah ’tangan kanan’ bos. Tentu saja hal ini akan mengganggu suasan kerja dan kinerja organisasi secara keseluruhan.

5. Penguasaan (mastery)
Menurut Donna Deeprose merasa kompeten menambah kenikmatan dari suatu aktivitas. Hal yang perlu dibenahi dalam lingkungan kerja PNS adalah penguasaan komputer. Dalam era teknologi pengusaan komputer untuk kegiatan perkantoran menjadi mutlak dilakukan. Hasil pengamatan saya menunjukkan bahwa ada suatu ketidaknyamanan tersendiri bagi PNS yang tidak menguasai komputer. Bagaimana tidak, setiap kali mereka diperintahkan untuk membuat surat dinas, mau tidak mau mereka pasti minta bantuan pada operator komputer. Bahkan untuk satu lembar surat dinas pun mereka pasti akan minta bantuan. Kondisi ini jelas menimbulkan ketidaknyamanan, apalagi kalau sang operator sedang sibuk mengerjakan sesuatu. Herannya lagi banyak PNS yang pesimis atau tidak mau belajar mengoperasikan komputer. Ketidakmampuan mengoperasikan komputer, disamping akan menurunkan motivasi bekerja PNS yang bersangkutan, juga akan menurunkan motivasi bekerja sang operator karena dia akan merasa terbebani dengan banyak sekali pekerjaan sementara rekan lainnya bisa bersantai-santai. Padahal sebenarnya tidak ada orang yang merasa nyaman bersantai disaat sedang bekerja. Tapi mau bagaimana lagi, mau membantu tidak bisa.

6.Bermain (play)
Pada prinsipnya kita berusaha menjadikan tempat yang menyenangkan bagi PNS. Selama ini tempat kerja PNS selalu identik dengan suasana yang formil, kaku, seragam, suram dan penuh dengan kedisiplinan. Tentu saja hal itu akan menimbulkan kesan membosankan bagi PNS yang sedang bekerja. Akibatnya ada keengganan tersendiri setiap kali hendak berangkat kantor. Stephen C. Lundin dkk. Dalam bukunya ”Fish Tales” menyarankan untuk mendesain tempat kerja sedemikian rupa sehingga menimbulkan suasana ceria, funny dan menyenangkan. Music, video, televisi, dekorasi yang menarik atau pakaian yang tidak formil diyakini dapat menimbulkan suasana yang menyenangkan dan itu akan meningkatkan motivasi dalam bekerja. Dengan begitu kesan berangkat kantor untuk menuju tempat yang penuh tekanan akan digantikan dengan suatu yang nyaman seperti layaknya hendak pergi ke tempat wisata atau berbelanja.

Pertanyaannya siapkah organisasi pemerintah meninggalkan ’kewibawaannya’ demi lebih meningkatkan kinerja ? Saya kira harus, dengan alasan masyarakat tidak pernah mau membeli kewibawaan pemerintah ! Mereka hanya menginginkan pelayanan prima dari aparat pemerintah. Dengan prinsip aparat pemerintah sebagai abdi masyarakat maka suasana yang lebih ceria akan menyebabkan masyarakat ’tidak takut’ mengurus sesuatu di instansi pemerintah. Penerapan penggunaan pakaian nasional pada hari-hari tertentu sedikit banyak menimbulkan suasana kerja yang lebih ceria dan menyenangkan bagi PNS.

7. Martabat (dignity)
Menurut John R. Brinkerhoff dalam ”101 Dalil untuk bekerja di Kantor” pada dasarnya ada 2 macam orang di dalam organisasi: orang-orang menyusun surat-surat yang tidak mereka tanda tangani, dan orang-orang yang tidak membuatnya tetapi menandatanganinya. Anda dapat memperkirakan boss berada pada golongan yang mana. Konsekuensinya adalah bahwa orang-orang yang menandatangani surat-surat cenderung dianggap sebagai penyusunnya. Mangkanya di-uraian sebelumnya saya tekankan untuk melindungi staf jika terjadi kesalahan informasi yang dimuat dalam naskah dinas setelah ditandatangani.

Meskipun demikian sebagai atasan dari seorang staf yang menyusun konsep naskah dinas, tidak ada salahnya kita memberikan pujian bagi staf. Hal itu penting mengingat staf juga bekerja sangat keras untuk dapat menyusun konsep naskah dinas dengan sebaik-baiknya. Oke memang itu atas petunjuk dari Anda dan telah diperiksa oleh bos, tapi tetap tidak ada salahnya jika kita memuji hasil kerja staf. Apalagi jika konsep naskah yang dia buat cukup bagus dan memudahkan Anda untuk mengkoreksinya. Dengan memuji staf, diharapkan akan timbul suatu kebanggaan bagi staf. Morilnya akan terdorong naik dan dia akan merasa bahwa konsep naskah dinas yang telah disusunnya, dimata pimpinan cukup baik. Dengan demikian dia akan termotivasi untuk menyusun naskah dinas dengan lebih baik. Koreksi-koreksi kecil dari pimpinan akan membuat staf mengetahui kelemahan dalam konsep naskah dinasnya, sehingga koreksi tersebut dapat dijadikan pedoman bagi perbaikan konsep naskah dinas yang akan disusunnya.

8.Mempunyai arti (meaning)
Setiap karyawan perlu diberi pengertian mengenai kontribusi pekerjaan yang mereka lakukan terhadap kinerja unit kerja. Beri gambaran suatu kondisi yang tidak enak jika pekerjaan itu tidak mereka laksanakan dengan baik. Bahkan pekerjaan yang paling sepele pun patut dikerjakan dengan baik. Sebagai contoh, cobalah beri gambaran pada staf jika formulir tidak mereka isi dengan lengkap, jika kamar mandi kantor kurang bersih apa akibatnya, surat undangan tidak dikirimkan seluruhnya apa efeknya terhadap pelaksanaan suatu kegiatan, juga jika resepsionis tidak menerima tamu dengan baik maka berapa banyak rekanan yang tidak mau lagi berhubungan dengan unit kerja Anda. Dengan menjelaskan situasi buruk tersebut, staf pasti akan merasa bahwa usaha mereka berkontribusi positif pada organisasi. Akibatnya motivasi bekerja mereka akan meningkat.

Kedelapan uraian tersebut merupakan hasil pemikiran saya terhadap pendapat Michael Maccoby tentang bagaimana meningkatkan motivasi kerja pegawai. Walaupun saya belum membaca bukunya secara langsung, tetapi sudah saya usahakan untuk menguraikan dengan menyesuaikan dengan kondisi kerja PNS di Indonesia. Belum terlalu memuaskan memang...tapi itulah gunanya blog. Disini kita dapat minta masukan dari para blogger mania...begitu ?! Mangkanya kirim komentar atau masukan atau kirim referensi lain bagi tulisan saya ini....biar konsepnya lebih sempurna tentunya.